Valentine's Day Pumping Heart

Rabu, 16 April 2014

☆ HAID ☆

Bintang

Darah haid adalah darah yang keluar dari farji perempuan dalam keadaan sehat, bukan karena melahirkan anak ataupun pecahnya selaput dara.

WAKTU HAID

Kebanyakan ulama berpendapat bahkan haid itu takkan terjadi sebelum anak perempuan mencapai umur 9 tahun. Jadi kalau dia melihat dari farjinya keluar darah, padahal umurnya belum mencapai 9 tahun, itu bukan darah haid tapi darah penyakit.

Keluarnya darah ini biasanya berlangsung tiap bulan sekali sampai masa menopause. Dalam hal ini tak ada dalil yang menunjukkan adanya batas umur tertentu bagi terhentinya darah haid. Jadi sekalipun sudah tua, apabila masih melihat keluarnya darah dari farjinya, itupun masih tergolong darah haid. Tapi baiklah kita lihat bagaimana pendapat para ulama setiap madzhab.

a. Madzhab Maliki

Para ulama dalam madzhab Maliki mengatakan, bila seorang gadis remaja antara umur 9 – 13 tahun telah mengeluarkan darah, maka hendaknya ia menanyakan hal itu kepada kakak-kakaknya yang telah dewasa dan lebih berpengalaman, apakah itu haid atau bukan. Kalau mereka memastikan itu bukan haid atau ragu-ragu, maka anggaplah itu darah haid. Tapi kalau mereka memastikan itu bukan haid, maka pendapat mereka patut diikuti, jadi itu cuma darah penyakit. Dan boleh juga menanyakannya kepada seorang dokter yang berpengalaman dan terpercaya. Adapun darah yang keluar dari wanita yang umurnya lebih dari 13 sampai dengan 30 tahun, itu sudah pasti darah haid.

Kemudian darah yang keluar dari mereka yang berumur lebih dari 50 sampai 70 tahun, patut ditanyakan kepada kaum wanita yang lain, dan pendapat mereka harus diikuti. Sedang yang keluar dari wanita yang melebihi umur 70 tahun, dapat dipastikan itu bukan haid lagi, tapi darah istihadhah(yang akan kita bicarakan nanti). Dan begitu pula darah yang keluar dari gadis kecil yang belum mencapai umur 9 tahun.

b. Madzhab Hanafi

Darah yang keluar dari anak perempuan umur 9 tahun, adalah darah haid, demikian pendapat yang patut dipilih dari para ulama madzhab Hanafi. Jadi ia wajib meninggalkan puasa dan shalat. Demikian seterusnya tiap bulan sampai tua di mana ia takkan berharap dapat haid lagi, yaitu jika telah mencapai umur 55 tahun menurut pendapat yang terpilih dalam madzhab ini. Artinya bagi wanita yang umurnya lebih dari 55 tahun tapi masih juga mengeluarkan darah, maka darah itu bukanlah darah haid, kecuali jika ternyata darah itu warnaynya kuat, yakni hitam atau merah tua, barulah dapat dianggap darah haid.

c. Madzhab Hambali

Batas umur iyas, di mana wanita boleh menganggap dirinya tak akan kedatangan haid lagi, adalah umur 50 tahun. Jadi kalau sesudah itu ia masih juga melihat darah keluar dari farjinya, itu tidak dianggap darah haid, sekalipun nampaknya darah yang kuat warnanya.

Madzhab Syafi’i

Tak ada batas akhir bagi umur haid wanita. Jadi haid itu kapan saja bisa datang selagi wanita itu masih hidup, sekalipun pada umumnya ia akan terhenti pada umur 62 tahun, yaitu yang umum disebut masa iyas (masa putus dari haid)1)

SIFAT DARAH HAID
Di antara sifat-sifat yang dapat di jadikan patokan bagi darah haid ialah, bahwa darah itu Nampak hangus hampir berwarna hitam, berbau busuk.

WARNA DARAH HAID
Namun demikian ada warna-warna lain bagi darah haid, selain sifat umum yang di jadikan patokan tersebut diatas, warna-warna itu bisa disaksikan oleh wanita yang bersangkutan selama dalam haidnya, yang umumnya ada 6 macam, yaitu hitam, merah, kuning, keruh, hijau dan kelabu.

Darah yang warna hitam atau merah, para ulama sepakat bahwa itu darah haid, berdasarkan hadits sebagai berikut:

عَنْ عُرْوةَ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ اَبِيْ جَحْشٍ : أَنَّهَا كَانَتْ تُسْتحَاضُ, فَقَالَ لَهَاالنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : ِاذَا كَانَتْ دَمُ الْحَيْضَةِ فَاِنَّه اَسْوَدُ يُعْرَفُ, فَاِذَا كَانَ ذلِكَ فَاَمْسِكِيْ عَنِ الصَّلَاةِ, فَاِذَا كَانَ اْلاخَرُ فَتَوَضَّئِيْ وَصَلِّي, فَاِنَّمَا هُوَ عِرْقٌ.

Artinya :
“Dari ‘Urwah, dari Fathimah binti Abi Jahsy, bahwa ia mengeluarkan darah. Maka bersabdalah Nabi kepadanya: “ Kalau itu darah haid, maka warnanya kelihatan hitam. Bila demikian halnya, maka berhentilah kamu shalat. Tapi kalau tidak demikian, maka berwudhu’lah lalu shalat. Karena itu hanyalah gangguan otot.”
2)

Menurut Asy-Syaukani, hadits di atas merupakan dalil bahwa warna hitam itu bisa menjadikan patokan dalam meneliti sifat darah. Artinya kalau darah itu berwarna hitam, itu darah haid. Sedang kalau berwarna lain, berarti istihadhah.3)

Adapun yang berwarna kuning, itu sebenarnya air yang Nampak seperti nanah campur darah yang lebih kuat warna kuningnya. Sedang yang keruh itu memang darah. Dan yang dimaksud ialah yang warnanya seperti air keruh. Kemudian yang kelabu, itupun darah juga yang warnanya seperti warna debu tanah. Dan mengenai kedua jenis darah ini pendapat para ulama berbeda-beda.

Menurut para ulama Hanafi dan Syafi’i, keduanya adalah darah haid bila keluar masih dalam masa haid, yaitu 10 hari menurut Hanafi, atau 15 hari menurut Syafi’i Lain halnya pendapat Abu Yusuf. Ia mengatakan, bahwa yang keruh itu bukan haid kecuali bila keluar sesudah keluarnya darah. Sementara itu Ibnu Hazm, Ats-Tsauri adan Al-Auza’i berpendapat, bahwa baik yang keruh maupun yang kuning kedua-duanya sama sekali bukan haid. 4)

Adapun yang berwarna hijau, bila wanita itu biasa haid, maka yang benar itupun haid juga. Barangkali karena kekeliruan makanan. Tapi kalau yang dilihat hanya yang berwarna hijau itu saja, sedang ia tak pernah melihat warna yang lain, maka itu bukan haid.

BEARAPA LAMAKAH BERLANGSUNGNYA DARAH HAID KELUAR?

Darah haid keluar paling sedikit selama tiga hari tiga malam, sebanyak-banyaknya 15 hari dan yang pertengahan selama 5 hari. Dalam hal ini bukan berarti harus keluar terus-terusan tanpa ada hentinya selama masa-masa tersebut. Tapi bila darah terasa mulai keluar, sesudah itu reda, kemudia keluar lagi, maka semuanya diaggap haid.

Banyak hadits yang menjadi dasar dari ketentuan masa haid tersebut di atas, antara lain:

عَنِ الرَّبِيْعِ بْنِ صَبِيْحٍ أَنَّه سَمِعَ اَنَسًا يَقُوْلُ: لَايَكُوْنُ الْحَيْضُ أَكْثَرَ مِنْ عَشَرَةٍ.

Artinya :
“Dari Ar-Rabi’ bin Shabih, bahwa dia pernah mendengar Anas (Sahabat Nabi Muhammad SAW.) mengatakan: “Haid tak lebih dari sepuluh hari.””5)

Untuk itu Syaikh Mahmud Khitab As-Subki mengatakan: “Tidak diragukan lagi, bahwa masa haid yang tiga atau sepuluh hari itu tidak dipersyaratkan keluarnya darah terus-menerus selama itu tanpa ada hentinya. Tapi yang penting darah itu keluar pada awal dan akhir masa haid. Bahkan kalau seorang wanita melihat dirinya mengeluarkan darah pada saat terbit fajar di hari sabtu umpamanya, dan darah it terus-menerus keluar dan baru terhenti ketika terbenam matahari pada hari senin, itu bukanlah darah haid. 6)

Kemudian dari ‘Utsman bin Abi Al-‘Ash ra. bahwa dia mengatakan:

اَلْحَائِضُ اِذَا جَاوَزَتْ عَشَرَةَ اَيَّامٍ فَهِيَ بِمَنْزِلَةِ الْمُسْتَحَاضَةِ تَغْتَسِلُ وَتُصَلِّيْ.

Artinya:
“ Bila wanita mengeluarkan haid lebih dari sepuluh hari, maka kedudukannya seperti wanita yang Istihadhah. Dia wajib mandi lalu shalat.”
7)

Dan mengenai istihadhah ini akan kita bicarakan lebih lanjut pada babnya nanti Insya Allah.

MASA SUCI ANTARA DUA HAID

Masa suci antara dua haid minimal 15 hari, demikian menurut kebanyakan ulama, meski ada juga segolongan yang berpendapat hanya 13 hari saja.

Adapun masa suci yang terpanjang tidaklah ada batasnya. Karena kadang-kadang bisa mencapai lebih dari setahun, kecuali bagi wanita yang menderita istihadah. Bagi dia haidnya dihitung sepuluh hari dan sucinya 15 hari. Sedang nifasnya dihitung 40 hari, sebagaimana akan kita terangkan nanti.

Dan hal ini, juga bagi wanita yang baru sekali mengalami haid. Adapun bagi yang sudah pernah haid, hingga ia tahu berapa lama kebiasaannya bila ia datang bulan, dan ternyata kali ini haidnya atau nifasnya lebih dari biasanya melebihi masa haid atau nifas yang terpanjang, maka ia harus berpegang pada kebiasaannya. Dan selebihnya dianggap istihadhah.

LARANGAN BAGI ORANG YANG SEDANG HAID

Bagi wanita yang sedang haid, ia tidak diperbolehkan melakukan shalat, puasa, masuk masjid, membaca dan menyentuh Al-Qur’an, thawaf keliling Ka’bah dan bersetubuh, di samping itu haid merupakan salah satu tanda telah baligh (dewasa)nya seseorang remaja puteri.

SEBAB HAID

Adapun sebab terjadinya haid adalah karena fitrah atau pembawaan belaka yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada kaum wanita anak cucu Adam sebagai cobaan, apakah dengan itu mereka tetap patuh kepada-Nya hingga berhak mendapat pahala dari-Nya atau tidak. Demikian sebagaimana dapat kita baca dalam sebuah hadits riwayat ‘Aisyah ra., bahwa Nabi SAW. Pernah mengatakan tentang haid:

اِنَّ هذَااَمْرٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلى بَنَاتِ ادَمَ.

Artinya:
“Sebenarnya ini adalah hal yang telah menjadi ketetapan Allah atas puteri-puteri Nabi Adam”.
8)

PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN SETELAH BERHENTINYA DARAH HAID

Syaikh Mahmud Khitab As-Subki mengatakan, bahwa menurut kebanyakan para ulama (jumhur) persetubuhan yang dilakukan sehabis berhentinya darah haid sebelum mandi adalah haram, sekalipun berhentinya itu pada akhir masa haid yang terpanjang. Karena Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّى يَطْهُرْنَ.

Artinya:
“Dan janganlah kamu (hai laki-laki) mendekati mereka (kaum wanita) sebelum mereka suci”.
9)

Maksudnya sebelum mereka mandi
Tapi lain lagi pendapat para ulama Hanafi. Mereka mengatakan: “Bila haid itu telah melewati batas maksimal dari masa haid yang terpanjang, yaitu 10 hari, maka boleh saja bersetubuh, sekalipun darah belum terhenti keluar, atau sudah terhenti tapi belum mandi. Namun lebih disukai (mustahab) bila persetubuhan dilakukan setelah mandi.

Dan kata mereka pula, “Sedang kalau darah itu berhenti pada akhir masa haid yang biasa dialami tiap bulannya, sebelum melampaui batas maksimal masa haid tersebut di atas, maka tetap tidak halal bersetubuh sebelum mandi, atau bertayammum manakala tidak ada air….”

Hanya lebih hati-hatinya memang harus menghindari persetubuhan bagi wanita yang baru saja habis haidnya sebelum mandi, sekalipun darah itu baru berhenti pada akhir masa haid yang terpanjang. Hal itu karena hati-hati terhadap larangan adalah lebih baik daripada memanfaatkan keizinan.


************************
Catatan :
1) Fiqih ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, cet. Ke-7 Wazarat Al-Auqaf, h. 143-144.
2) H.R. Abu Daud, hadits di atas adalah menurut lafadz dia, dan juga diriwayatkan dan disahkan oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Sementara Ad-Daaruqutni, Al-Baihaqi dan Al-Hakim juga mengeluarkan hadits yang sama dengan tambahan:

فَاِنَّمّا هُوَ دَاءٌ عَرَضَ, اَوْ رُكْضَةٌ مِنَ الشَّيْطَانِ, اَوْ عِرْقٌ اِنْقَطَعَ
Artinya: “Itu tak lain adalah penyakit yang menimpa(mu); atau gangguan syaitan; atau otot yang putus.”

3) Nailul Authar j. I hal 406
4) Ad-Din Al-Khalis 1:437 cet. Ke-3
5)Riwayat Ad-Daaruqutni, dan Ar-Rabi’ adalah orang tsiqat menurut Ibnu Mu’in. bahkan menurut Imam Ahmad, dia taka da jeleknya, lagi pula orangnya shaleh.
6)Ad-Din Al-Khalish 1:440
7)Riwayat Ad-Druqutni, dan menurut Al-Baihaqi, isnadnya la ba’sa bih.
8) Muttafaq ‘Alaih
9) Q.S. Al-Baqarah 2:222


Nukilan dari buku : Fiqih Wanita

copyright © Bintang12


Tidak ada komentar:

Posting Komentar