Valentine's Day Pumping Heart

Sabtu, 17 Mei 2014

☆ NIFAS ☆

Bintang

Sehabis melahirkan, wanita biasanya masih mengeluarkan darah. Darah yang keluar dari farji wanita sehabis melahirkan anak, ataupun darah yang keluar sesudah keluarnya sebagian besar anak, sekalipun hanya berupa anak guguran asal sudah nyata sebagian bentuknya, itu disebut darah nifas

LAMANYA NIFAS

Masa nifas paling lama adalah 40 hari. Dan tidak ada ketentuan berapa lamakah masa nifas yang paling singkat. Karena untuk mengetahui nifas memang tidak diprelukan tanda lain selain melahirkan anak itulah.

Dalam pada itu memang ada pendapat lain mengenai masa nifas ini. ’’menurut madzhab Syafi’i, masa nifas yang paling lama ialah 60 hari. Sedang 40 hari adalah yang dialami oleh umumnya kaum wanita. Dan begitu pula madzhab Maliki berpendapat bahwa masa nifas yang terpanjang adalah 60 hari

BERAPAKAH LAMA NIFAS BILA MELAHIRKAN ANAK KEMBAR?

Bila ada seorang ibu yang melahirkan anak kembar, maka nifas dihitung sejak kelahiran anak yang pertama, bukan dari yang kedua. Artinya, sekalipun antara anak yang pertama dengan anak yang kedua ada beda waktu beberapa saat, maka masa nifas itu tetap dihitung sejak kelahiran anak yang pertama, walaupun beda waktu itu umpamanya sampai mencapai sepanjang masa nifas yang paling lama.

Jadi andaikan ada seorang ibu melahirkan seorang anak, dan sesudah 40 hari lahir lagi anak yang kedua, maka darah yang keluar sesudah melahirkan anak yang kedua ini, adalah darah penykit tidak dianggap nifas. Tapi baiklah kita lihat bagaimana pendapat para ulama’ pada masing-masing madzhab:

Dalam madzhab Syafi’i, bila seorang ibu melahirkan anak kembar, maka nifasnya dihitung, dari kelahiran anak kedua. Sedang darah yang keluar sehabis melahirkan anak yang pertama, tidak dianggap darah nifas, tapi darah haid bila bertepatan dengan saat datangnya haid seperti biasanya setiap bulan. Sedang kalau tidak demikian, maka dianggap darah penyakit.

Adapun menurut madzhab Maliki, dalam kasus kelahiran kembar, bila beda waktu antara dua kelahiran itu sampai 60 hari—, masa nifas terpanjang menurut madzhab Maliki--, maka nifasnya sendiri-sendiri. Tapi kalau beda waktu itu kurang dari 60 hari, maka nifasnya hanya satu dan dihitung dari kelahiran anak pertama. 1)

TERHENTINYA DARAH SEALAMA MASA NIFAS

Keluarnya darah selama masa nifas, bagi beberapa wanita kadang-kadang tidak lancar. Umpamanya sehari keluar sehari tidak. Menanggapi masalah ini, pendapat para ulama’ bisa kita lihat sebagai berikut:

Dalam madzhab Hanafi, terhentinya darah yang menyelai-nyelai keluarnya yang tidak teratur selama masa nifas, masih tetap terhitung nifas, sekalipun terhentinya itu sampai melebihi 15 hari.

Dan demikian pula madzhab Syafi’imasih menganggap nifas, jika terhentinya hanya sampai 15 hari, yakni menurut pendapat yang lebih kuat dalam madzhab ini. Tapi kalau sesudah melahirkan sama sekali tidak keluar darah, dan sesudah itu ditunggu sampai 15 hari juga tidak keluar darah sama sekali, maka hari-hari itu semua dianggap suci. Dengan demikian, seluruh kewajiban yang tertinggal selama itu wajib diqadha’. Adapun kalau sesudah itu kemudian keluar darah, maka darah itu darah haid. Jadi dalam kasus seperti ini wanita itu tidak bernifas sama sekali.

Sedang menurut madzhab Maliki, kalau terhentinya darah itu mencapai setengah bulan, itu dianggap suci. Dan darah yang keluar sesudah itu adalah darah haid. Tapi kalau terhentinya itu kurang dari setengah bulan, maka darah yang keluar selanjutnya terhitung darah nifas. Kemudian diadakan perhitungan, berapa harikah masa mengeluarkan darah, dengan mengenyamping hari-hari yang tidak mengeluarkan darah. Bila masa mengeluarkan darah itu telah sampai 60 hari --masa nifas terpanjang dalam madzhab Maliki--, itu berarti masa nifas telah habis.

Sementara itu pada hari-hari yang tidak mengeluarkan darah, wanita itu wajib melakukan kewajiban-kewajiban sebagaimana wanita yang suci, seperti shalat, puasa dan lain-lain.

Sekarang bagaimanakah pendapat madzhab Hambali? Seperti halnya madzhab Maliki, mereka menganggap suci saat-saat terhentinya darah disela-sela keluarnya selama masa nifas. Jadi menurut mereka wanita pada saat-saat itu berkewajiban melaksanakan kewajiban-kewajiban wanita yang tidak nifas. 2)

HAL-HAL YANG TAK BOLEH DILAKUKAN SELAMA NIFAS

Semua yang tak boleh dilakukan selama haid, maka tak boleh dilakukan selama masa nifas, yaitu: shalat, puasa, masuk masjid, membaca dan menyentuh Al-Qur’an, thawaf dan bersetubuh.

BEBERAPA MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN HAID DAN NIFAS

a. Apa Akibatnya Andaikan Seorang Wanita Disetubuhi Suaminya Ketika Sedang Haid atau Nifas?
Allah Ta’ala berfirman:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِين.

Artinya :
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah:‘’Haid itu suatu kotoran’’. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid. Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.’’
3)

Kedatangan Syari’at Islam kepada umat manusia adalah untuk mengatur kehidupan mereka, agar hidup mereka sejahtera, bebas dari segala macam penyakit dan ancaman apapun, sehingga mereka dapat menunaikan tugas-tugas hidup tanpa kesulitan. Dan hal ini barulah dapat terlaksana bila mereka betul-betul mau mematuhi ajaran Allah.

Dan sebenarnya islam tak pernah meluputkan apapun yang luhur dan beharga dalam hidup, kecuali ia perintahkan kita untuk melaksanakannya. Perhatikanlah ayat tersebut di atas, apa maksud dan artinya. Anda pasti tertegun memandang kemukjizatan Al-Qur’an yang abadi. Ayat itu telah memukau para sastrawan dan membuat para orator tak mampu menandinginya. Penyair dan penulis mana pun takkan sanggup meniru kehebatannya. Baiklah kita turunkan disini apa yang pernah dikutip oleh pengarang ‘’Al-fiqh Al-Wadhih’’ 4) dari seorang dokter mengenai ayat tersebut di atas.

Siklus haid, sekalipun merupakan hal yang lumrah, namun tetap menimbulkan berbagai penderitaan bagi wanita. Ketika haid, biasanya mereka tidak enak badan dan merasa letih sekujur tubuh, bahkan kadang-kadang merasakan sakit hebat pada punggung, rasanya ingin marah saja dan mudah tersinggung, dan penderitaan-penderitaaan lain yang pada hakikatnya merupakan sifat yang tak bisa dipisahkan dari haid.

Haid, sekalipun tak bisa kita sebut sebagai penyakit menurut istilah ilmu, namun tak kalah bahayanya dari penyakit itu sendiri. Yakni bila kita tinjau dari sudut penderitaan-penderitaan yang ditimbulkannya dan kelemahan jasmani yang bisa saja mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit, yang mengancam wanita saat itu dan sebagainya. Dan kebanyakan, pendaritaan-penderitaan yang diakibatkan oleh haid tersebut di atas, akan berlipat ganda dan semakin menjadi-jadi justru pada hari-hari pertama haid, sehingga oleh karenanya seorang wanita kadang-kadang mengalami berbagai penderitaan hebat dan rasa letih yang amat sangat.

Ketika haid, bisa terjadi seorang perempuan merasa mulas sekali dan mengalami gangguan-gangguan syaraf hingga akhirnya bisa pingsan. Saya merasa perlu mengemukakan hal ini, karena wanitalah satu-satunya makhluk yang menanggung segala macam penderitaan ini dan mereka sajalah yang mengalaminya. Dan barangkali haid tidak lancarlah penyakit yang paling umum dialami oleh kaum Hawa dan paling sering terjadi pada saat-saat datang bulan. Bahkan bisa dipastikan wanita itu sendiri merasa malu menceritakan apa yang ia derita, namun rasa sakit yang ia alami, ringan atau berat, mau tidak mau harus dia katakan.

Keterangan di atas hanyalah sebagian saja dari arti kata “adzaa” di antara kandungan artinya yang luas. Bahkan kalau diselidiki lebih dalam, ternyata haid memang darah kotor dan sumber penyakit. Bagi orang yang terpelajar semestinya harus mampu menahan diri darinya, jangan mau diperbudak hawa nafsunya.

Sang dokter menambahkan pula, bahwa haid dan persetubuhan pada waktu haid adalah sebab terpenting yang mengakibatkan Rahim berbau busuk, di samping mengakibatkan kemandulan. Dan inilah penyakit yang paling menyiksa wanita, karena ia merasakan sakit bukan kepalang pada vagina, sementara temperature tubuh naik di samping efek-efek lain yang cukup berbahaya sebagai akibat dari pembusukan tersebut. Dan yang paling parah menderita ialah mulut Rahim.

Adapun bahaya yang mengancam pihak lelaki, antara lain ialah radang hebat yang menyerang organ-organ kelaminnya. Karena dengan persetubuhan itu bibit penyakit masuk ke dalam saluran kencing dan saluran ginjal (ureter) bahkan radang tersebut kadang bisa mencapai kelenjar koper, prostate, anak pelir, dan saluran kandung kencing (uretra).

Kemudian tambahnya, bahwa persetubuhan di waktu haid mengancam lelaki dengan bahaya besar yang ia tidak inginkan dengan segala akibatnya. Bahaya mana takkan terjadi andaikan ia mau menjaga diri darinya dan mematuhi perintah Tuhan.

Radang saluran kencing bukanlah perkara enteng. Karena ia akan menyeret penderita kepada berbagai macam bencana dengan segala akibatnya yang tiada terperi manakala benar-benar telah menjangkiti saluran kencing ini. Pada waktu itu akan terjadi radang hebat hingga penderita tak bisa kencing dan menimbulkan rasa sakit dan penderitaan yang tidak kepalang tanggung. Radang ini biasanya dibarengi dengan keluarnya cairan busuk yang cukup deras, yang bila telah parah Nampak bercampur darah. Dan tentu saja dibarengi pula dengan bermacam-macam gangguan lainnya, rata sekujur tubuh, seperti demam, menggigil dan lain-lain di samping kelemahan tubuh secara umum dan hilangnya kekuatan seluruh anggota badan.

Kemudian apabila radang tersebut telah menjalar sampai ke saluran mani, di sanalah bencana besar akan terjadi. Nanah dengan benang-benang darah banyak keluar dan sulit kencing. Dan dalam pada itu rasa sakit kian meningkat berbareng dengan semakin lemahnya kekuatan tubuh. Nafsu makan berkurang, hal it uterus berlangsung beriringan dengan demam dan getaran jantung yang semakin cepat dan berat dan lain-lain yang oleh berbagai sebab penyakit ini menjadi kronis dan menimbulkan efek-efek lain secara merata, dengan ciri amat berbahaya dan meng-khawatirkan. Antara lain ialah radang kepala dzakar dan kulup, yang bisa saja mengakibatkan kedua organ yang berharga itu rontok sedikit demi sedikit, terutama bila sedang mengecil (tidak tegang). Dan kalau sudah begini, maka tak ada jalan lain kecuali harus diamputasi (dipotong), agar jangan meracuni anggota tubuh yang lain.

Dokter yang arif itu masih melanjutkan kata-katanya;”Sesungguhnya radang ringan pada radang kencinglah pangkal dari segala penderitaan berikutnya yang telah saya sebutkan tadi. Dan tidak mustahil bila kemudian radang tersebut akhirnya dapat menjalar sampai ke ureter, terus ke pangkal ginjal, hingga menghalangi keluarnya air kencing dalam keadaan yang pertama, yang menyebabkan terjadinya keracunan darah. Sedang dalam keadaan kedua, mautlah akibat yang paling mungkin terjadi.

Dan akhirnya dia katakan pula, “Adapun hikmah ketika Allah melarang laki-laki menggauli istrinya ketika sedang haid dan nifas, disamping “adzaa” sebagaimana sebutkan di atas, adalah melatih laki-laki agar sabar menjauhi isterinya beberapa saat lamanya. Karena laki-laki sering kali didesak oleh pekerjaannya untuk melakukan perjalanan jauh dan meninggalkan keluarganya sementara waktu. Jadi dalam pengharaman ini terdapat suatu rahmat bagi laki-laki dan dorongan kakuatan bagi cita-citanya. Boleh jadi persis seperti hikmah puasa dalam melatih seseorang untuk tabah menahan lapar, sedikit atau sama sekali tidak makan bila ia dalam perjalanan jauh atau sewaktu-waktu ia mengalami hal itu dalam hidup. Jadi penjegahan untuk bersetubuh maupun makan ketika haid dan puasa tersebut, adalah merupakan latihan tubuh untuk menghadapi peristiwa-peristiwa tiada terduga bila sewaktu-waktu terjadi, sehingga tubuh tidak merasa terkejut dan nafsu tidak kelabakan.

b. Kifarat bagi laki-laki yang menyetubuhi isterinya yang sedang haid

Masalah ini kita sebutkan di sini sekadar pengetahuan saja bagi kaum wanita, karena ini termasuk Fikih kaum laki-laki.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِى الَّذِيْ يَأْتِى امْرَأَتَه وَهِيَ حَائِضٌ, يَتَصَدَّقُ بِدِيْنَارٍاَوْبِنِصْفِ دِيْنَارٍ.

Artinya:
“Dari Ibnu ‘Abbas ra. Dari Nabi SAW. Mengenai laki-laki yang menyetubuhi isterinya yang sedang haid, bahwa ia harus bersedekah satu dinar atau setengah dinar.”
5)

Para ulama berselisih pendapat mengenai hadits di atas. Dan oleh karenanya tentang kifarat laki-laki yang menyetubuhi isterinya yang sedang haid inipun mereka perselisihkan pula.

Maka berkatalah Asy-Syaukani:”Hadits itu memang menunjukkan bahwa laki-laki yang menyetubuhi isterinya sewaktu haid, wajib membayar kifarat. Yang berpendapat seperti ini ialah Ibnu ‘Abbas, Hasan Al-Bashri, Said bin Jabir, Qatadah, Al-Auza’I, Ishaq dan Ahmad.

Namun apakah kifaratnya, mereka berselisih. Hasan dan Sa’id mengatakan, kifaratnya memerdekakan budak wanita. Sedang yang lain berpendapat cukup satu dinar atau setengahnya. Tapi dalam keadaan bagaimanakah satu dinar wajib di keluarkan, dan kapan pula yang setengah dinar, itupun dipersilisihkan. Karena periwayatan dalam hal ini pun berbeda-beda.

Tapi sesudah itu Asy-Syaukani kemudian menyimpulkan, bahwa pendapat yang mengatakan satu atau setengah dinar adalah pendapat yang paling sah dari Asy-Syafi’i dan Ahmad menurut salah satu dari dua periwayatan mereka –periwayatan itu telah dikemukakan pula oleh Asy-Syaukani--. Tapi di atas semua ini, kebanyakan Ulama salaf berpendapat, bahkan laki-laki itu sebenarnya tak wajib membayar kifarat, ia hanya wajib beristighfar, yakni taubat. 6)

c. Wanita Haid Tak Wajib Shalat Tak Wajib Puasa

Dalam sebuah haditsnya Abu Sa’id meriwayatkan,

اَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِلنِّسَاءِ : اَلَيْسَ شَهَادَةَ الْمَرْءَةِمِثْلُ نِصْفِ شَهَادَةِ الرَّجُلِ؟ قُلْنَ : بَلى, قَالَ: فَذَالِكُنَّ مِنْ نُقْصَانِ عَقْلِهَا, اَلَيْسَ اِذَا حَا ضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ قُلْنَ: بَلى, قَالَ: فَذَالِكُنَّ مِنْ نُقْصَانِ دِيْنِهَا.

Artinya:
“Bahwa Nabi SAW. pernah berkata kepada kaum wanita: “Bukankah kesaksian wanita sama dengan separo dari kesaksian laki-laki?” Mereka menjawab: “Benar”. Sabda Nabi pula: “Itulah kekurangan akalnya. Dan bukankah bila ia haid maka tidak shalat dan tidak berpuasa?”Wanita-wanita itu menjawab pula: “Benar”.
Maka sabda Nabi: “Itulah kekurangan agamanya”
7)

Kata Asy-Syaukani: Sabda Nabi yang berbunyi:

لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ

Memuat perasaan bahwa dilarangnya wanita yang sedang haid dari shalat dan puasa adalah merupakan ketetapan Syari’at yang telah diputuskan sebelumnya, di samping hadits itu kemudian menetapkan tidak wajibnya shalat dan puasa atas wanita yang sedang haid, yang memang merupakan ijma’. Dan begitu pula hadits menunjukkan bahwa akal itu bisa bertambah dan bisa berkurang seperti halnya iman. Jadi yang dimaksud bukan berarti mencela kaum wanita atas kemampuan akal mereka yang kalah cerdas disbanding dengan lelaki. Bukankah kemampuan itu di luar kehendak mereka. Dan kekurangan agama pun maksudnya tidak mesti yang menyangkut soal dosa, tapi lebih luas lagi pengertiannya.”

عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ: سَاَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ: مَابَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلَاةَ؟ قَالَتْ: كَانَ يُصِيْبُنَا ذلِكَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِالصَّلَاةِ.

Artinya: “Dari Mu’adzah, bahwa ia mengatakan: Pernah saya tanyakam kepada ‘Aisyah, “Kenapa wanita yang haid itu harus mengqadha’ puasa, sedang shalatnya tidak?” Maka jawab Beliau: “Itu pernah kami alami semasa hidup Rasulullah SAW. Tapi kami hanya disuruh mengqadha’ puasa dan tidak disuruh mengqadha’ shalat” 8)

Untuk itu memang telah ada kesepakatan di antara para Fuqaha, bahwa wanita yang kena haid itu tidak wajib mengqadha’ shalatnya, hanya wajib mengqadha’ puasanya.

Dalam hal ini Imam An-Nawawi mengatakan dalah syarah Muslim: “Kata para Ulama, bahwa perbedaan antara dua perkara itu –yakni puasa dan shalat --, kalau shalat itu banyak dan dilakukan berkali-kali, jadi sulitlah mengqadha’nya. Lain halnya puasa yang hanya setahun sekali saja wajib dilakukan. Sedang haid itu sendiri barangkali hanya berlangsung satu atau dua hari.”

d. Makan bersama wanita yang sedang haid


Ada sebagian orang yang menyangka bahwa maksud dari firman Allah Tabaaraka Wa Ta’ala:
فَاعْتَزِلُواالنِّسَاءَفِى المَحِيْضِ.

Artinya:
“Maka jauhilah dan jangan makan bersama mereka sewaktu haid.”
9)

Untunglah, karena Hadits kemudian menerangkan tidak demikian maksudnya. Tapi yang dimaksud hanyalah agar jangan menyetubuhi mereka. Bahkan ada pula hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW. Pernah menempelkan mulut beliau pada salah satu anggota tubuh isterinya, ‘Aisyah.
Dalam hal ini ‘Aisyah menceritakan:

كُنْتُ اَشْرَبُ وَاَنَا حَائِضٌ فَاُنَاوِلُه النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَيَضَعُ فَاهُ عَلى مَوْضِعٍ فِيَّ فَيَشْرَبُ, وَاَتَعَرَّقُ الْعَرَقَ وَاَنَا حَائِضٌ فَاُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَيَضَعُ فَاهُ عَلى مَوْضِعٍ فِيَّ.

Artinya:
“Saya minum ketika sedang haid. Lalu minuman itu saya berikan kepada Nabi SAW. Maka ditempelkanlah mulut beliau kepadaku, baru sesudah itu Beliau minum. Dan pernah juga ketika saya haid memakan daging yang masih lekat pada tulang. Lalu saya berikan daging itu kepada Nabi SAW. Maka Beliau tempelkan mulutnya pada salah satu tempat dari tubuhku”
10)

وَعَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: سَاَلْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَنْ مُؤَاكَلَةِ الْحَائِضِ, قَالَ: وَاكِلْهَا.

Artinya:
“Dan dari ‘Abdullah bin Sa’ad, bahwa dia mengatakan: “Pernah aku tanyakan kepada Nabi SAW. Tentang makan bersama isteri yang sedang haid. Maka jawab Beliau: “Makanlah bersamanya”.
11)

Jadi berdasarkan hadits tersebut di atas, makan bersama isteri yang sedang haid itu boleh saja. Bahkan menurut At-Tirmidzi, bahwa ini adalah pendapat umum di kalangan para ulama. Mereka tak keberatan bila wanita yang haid itu diajak makan bersama. Dan begitu pula kata Ibnu Sayyidinnas dalam Syarahnya, “ Ini adalah termasuk perkara yang sudah disepakati oleh siapapun”.

e. Apa Sajakah Yang Boleh Dilakukan Laki-Laki Terhadap Isterinya Yang Sedang Haid?

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: اَنَّ الْيَهُوْدَ كَانُوْااِذَاحَاضَتِ الْمَرْءَةُ فَهُمْ لَا يُؤَاكِلُوْهَاوَلَمْ يُجَامِعُوْهَا فِى الْبُيُوْتِ, فَسَاَلَ اَصْحَابُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : فَاَنْزَلَ اللهُ عَزَّوَجَلَّ: وَيَسْاَلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ قُلْ هُوَ اَذًى فَاعْتَزِلُواالنِّسَاءَ فِى الْمَحِيْضِ........... اِلى اخِرِ الايَةِ, فَقَالَ رَسُوْلَ ا للهِ صلى الله عليه وسلم : اِصْنِعُوْا كُلَّ شَيْئٍ اِلَّا النِّكَاحَ".. وَفِي لَفْظٍ: اِلَّاالْجِمَاعَ.

Artinya:
Dari Anas bin Malik, bahwa orang-orang Yahudi bila isteri mereka sedang haid, maka mereka tak mau makan bersama dan tidak mengizinkan isteri mereka itu tinggal di rumah. Maka bertanyalah para sahabat kepada Nabi SAW. Mengenai itu. Sehingga Allah ‘Azza Wa Jalla menurunkan wahyu kepada Beliau: “Wayas’alunaka …….fil hahid” dst. (Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid). Dan sesudah itu Rasulullah SAW. Bersabda: “Lakukanlah apa saja selain nikah”.. Dan menurut satu lafadz lain, “Selain jima’.”
12)

Baik nikah maupun jima’ maksudnya sama, yaitu bersetubuh.

وَعَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ بَعْضِ اَزْوَاجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : اَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ اِذَااَرَادَ مِنَ الْحَائِضِ شَيْئًا اَلْقى عَلى فَرْجِهَا شَيْئًا.

Artinya:
Dan dari ‘Ikrimah, dari salah seorang isteri Nabi SAW., bahwa Beliau SAW. Apabila menghendaki sesuatu dari isterinya yang sedang haid, maka beliau letakkan sesuatu (penghalang) atas farji isterinya.”
13)

وَعَنْ مَرْوَانَ بْنِ اَجْدَعَ قَالَ: سَاَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: مَا لِلرَّجُلِ مِنِ امْرَأَتِه اِذَا كَانَتْ حَا ئِضًا؟ قَالَتْ: كُلُّ شَيْئٍ اِلَّا الْفَرْجَ.

Artinya:
Dan dari Marwan bin Ajda’, katanya: Pernah saya tanyakan kepada ‘Aisyah ra., “Apakah yang boleh dilakukan laki-laki terhadap isterinya bila sedang haid? “ Maka jawab Beliau: “Apa saja boleh selain farjinya. “
14)

وَعَنْ حِزَامِ بْنِ حَكِيْمٍ عَنْ عَمِّه: اَنَّه سَاَلَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَالِه وَسَلَّمَ: مَا يَحِلُّ مِنِ امْرَاَتِيْ وَهِيَ حَائِضٌ قَالَ: لَكَ مَا فَوْقَ اْلاِزَارِ.

Artinya:
“Dan dari Hizam bin Hakim, dari pamannya, bahwa pamannya itu pernah bertanya kepada Rasulullah SAW.. “Apakah yang halal dari isteriku ketika sedang haid?” Jwab Beliau: “Boleh kamu lakukan apa saja di atas kainnya.”
15)

Dan hadits-hadits tersebut di atas kita lihat, hadits yang pertama menunjukkan bahwa bersenang-senang dengan isteri yang sedang haid itu boleh pada bagian tubuh mana saja, asal jangan pada farjinya. Bahkan dengan meletakkan sesuatu pada farjinya, cukuplah sebagai penghalang yang menghalanginya dari sentuhan suami. Hadits kedua menunjukkan tentang diizinkannya menikmati bagian tubuh manapun selain farji, sedang haid yang ketiga menunjukkan bahwa yang boleh dinikmati itu bagian tubuh yang ada di atas kain sarungnya, tak boleh lebih dari itu.

f. Menggauli Isteri Pada Duburnya

Dengan alasan apapun tetap tidak diperbolehkan menggauli isteri pada duburnya. Itu tetap haram hukumnya sekalipun pihak isteri rela itu dilakukan. Bahkan dengan demikian ia berarti sama-sama berdosa.

Adapun dalil Al-Qur’an mengenai pengharaman perbuatan ini adalah firman Allah Ta’ala:

فَأْ تُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَ كُمُ اللهُ.

Artinya:
“Maka campurilah mereka(isteri-isterimu) itu di tempat yang di perintahkan Allah kepadamu.” 16)

Sedang dari hadits, adalah riwayat dari Rasulullah SAW. Bahwa Beliau pernah bersabda:

لاَ تَأْ تُواالنِّسَاءَ فِيْ اَعْجَازِهِنَّ, اَوْ قَالَ: فِيْ اَدْبَارِهِنَّ.

Artinya:
“Janganlah kamu mendatangi isteri-isteri(mu) pada dubur mereka”
17)
Dan juga hadits riwayat dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:

مَلْعُوْنٌ مَنْ اَتـى اِمْرَاَةً فِيْ دُبُرِهَا.

Artinya:
Terkutuklah orang yang mendatangi isterinya pada duburnya.”
18)

Larangan itu sudah berarti sudah dilanggar, bila seseorang memasukkan kepala zakarnya ke dalam lingkaran dubur. Adapun sekedar bersentuhnya zakar dengan lingkaran tersebut tanpa memasukkannya, tidaklah terlarang. Namun demikian, barangsiapa yang main-main dekat kebun, sangat dikhawatirkan ia terjerumus ke dalamnya.

Akan tetapi tak mengapa jika seorang laki-laki mendatangi isterinya dari arah dubur, asal persetubuhan itu dilakukan tetap pada arah farjinya karena Allah Ta’ala pun menfirmankan:

نِسَاءُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوْاحَرْثَكُمْ اَنّى شِئْتُمْ.

Artinya:
“Isteri-isterimu adalah (seperti lahan) tempat kamu bercocok tanam. Maka datangilah lahan tempatmu bercocok tanam itu dengan cara apapun yanag kamu kehendaki.”
19)

Maksudnya, boleh dari depan atau belakang, selagi persetubuhan dilakukan pada tempat keluarnya keturunan.

Bahkan menurut hadits, bahwa Umar bin Khattab ra. pernah memberitahu Rasulullah SAW. Bahwa dia telah menyetubuhi isterinya bukan dari arah farjinya, dengan mengatakan:

حَوَّلْتُ رَحِلِى الْبَارِحَةَ.

Artinya:
“Telah saya belokkan arah kendaraanku semalam.”

Maka sabda Rasulullah SAW. Kepadanya:

اَقْبِلْ وَاَدْبِرْ وَاتَّقِ الْحَيْضَةَ وَالدُّ بُرَ

Artinya:
“Boleh anda lakukan dari depan atau dari belakang. Tapi hati-hatilah jangan Anda lakukan ketika haid maupun pada dubur.”
20)

Hal yang tak perlu diragukan ialah, bahwa persetubuhan yang dilakukan pad dubur wanita tak kalah bahayanya dengan menyetubuhinya ketika dalam keadaan haid atau nifas. Maka hendaklah kaum laki-laki berhati-hati, jangan sampai terjerumus ke arah itu hingga larangan Allah Rabbul ‘Aalamiin diterjangnya juga. Dan begitu pula kepada kaum wanita agar menghindarkan diri darinya, meski dipaksa berkali-kali oleh suaminya. Siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan yang menyukai perbuatan mesum seperti ini, berarti telah terlepas dari peri kemanusiaan yang luhur dan terpelanting dari prinsip-prinsipnya, dan berubahlah jiwanya menjadi binatang.

Bahkan seharusnyalah bagi manusia untuk membatasi syahwatnya dan menguasai diri, sehingga jiwanya menjadi bersih, perasaannya tajam dan jernih pikirannya. Karena keterlaluan dalam menikmati sesuatu menjadi hati jadi kasar, semakin jauh dari Tuhan dan merasa berat dalam menunaikan kewajiban-kewajiban. Jadi orang yang berakal ialah orang yang mengambil bahagiannya dari dunia tapi iapun tahu tabiat dunia itu, dan tetap ingat akan ancaman-ancaman akhirat dalam keadaan bagaimana pun. Dan bahwa Allah tetap mengawasi setiap detakan hatinya, namun Allah pun memberi Petunjuk kepada jalan yang lurus.

************************

Catatan:

1) Fiqih ‘AlaAl-Madzahib Al-Arba’ah, Wazarat Al-Auqaf h. 148
2) Ibid, h 148
3) Q.S.Al-Baqarah 2:222
4) Dr. Muhammad Bakar Isma’il, dari buku “Al-Qur’an Wa At-Thibb” oleh Dr.Muhammad Kamal Washfi, dengan perubahan redaksi.
5) H.R Lima perawi. Mengenai hadits ini Abu Daud mengatakan: “Demikianlah riwayat yang benar”, yakni dia katakana, satu atau setengah dinar. Dan hadits yang sma diriwayatkan pula oleh Ad-Daaraqutni dan Ibnu Al-Jarud.
6) Nail Al-Authar 1:418
7) H. R. Al-Bukhari (secara ringkas). Begitu pula dikeluarkan oleh Muslim dengan lafazh lain. Sedang Al-Hakim mengeluarkannya dalam “Al-Mustadrak” dari Ibnu Mas’ud.
8) H. R. Jamaah
9) Q.S.Al-Baqarah 2:222
10) H.R. Jama’ah selain Al-Bukhari dan At-Tirmidzi
11) H.R. Ahmad, Abu Daud At-Tirmidzi. Kata At-Tirmidzi hadits ini hasan Gharib, tapi para rawinya semuanya tsiqat. Oleh dia dianggap Gharib, karena Al-‘Alaa bin Al-Harits meriwayatkannya sendirian dari Hakim bin Hizam, sedang Hakim dari Pamannya.
12) H.R. Jama’ah selain Al-Bukhari
13) H.R. Abu Daud
14) H.R. Al-Bukhari dalam “Tarikh”nya
15) H.R Abu Daud.
16) Q.S. Al-Baqarah 2:222
17) H.R. Ahmad, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi, dan para perawinya tsiqat.
18) H.R. Ahmad dan Ashhaab As-Sunan.
19) Q.S. Al-Baqarah 2:222
20) Lihat hadits ini pada Musnad Imam Ahmad

Nukilan dari buku : Fiqih Wanita
Oleh : Syech Ibrahim Muhammad Al-Jamal

copyright © Bintang12


Sabtu, 03 Mei 2014

※ Mengukir Cinta Di Belahan Jiwa - Al-Maidany ※

Bintang

Bila yang tertulis oleh_Nya
Engkau yang terpilih untukku
Telah terbuka hati ini, menyambut cintamu
Di sini segalanya kan kita mula
Mengukir buaian rindu, yg tersimpan dulu
Tuk menjadi nyata dalam hidup bersama

Izinkan aku tuk mencintaimu
Menjadi belahan di dalam jiwaku
Ya Allah. . Jadikanlah ia, pengantin sejati
Di dalam hidupku, Izinkan aku

Wahai yang di cinta, telah ku rela
Hadirmu temani relung Hatiku
Simpanlah jiwaku dalam do'amu Kan ku jaga cintamu
Wahai yang di cinta, telah ku rela
Hadirmu temani, relung hatiku
Simpanlah nafasku dalam Hidupmu
Kan ku jaga setiamu

Apapun adanya dirimu
Ku kan coba tuk tetap setia
Begitu pula pada diriku
Terimalah dengan apa adanya

Selamat datang di separuh nafasku
Selamat datang di pertapaan hatiku

Nasyid By: Al-Maidany


copyright © Bintang12


※ Bila Hati Bicara - Oki Setiana Dewi & Andi Arsyil ※

Bintang

Mengarungi samudera mahligai nan suci
Penuh gelombang silih berganti
Semua adalah ujian penguat cinta
Bila hati bicara
* terkadang tak perlu terucap kata-kata
Untuk selami dalamnya hatimu
Susah senangmu jadi bagian hidupku
Karena hati bicara

Reff:
Tatap manja matamu kisahkan berjuta cerita
Hadirmu di hidupku memberikan berjuta makna
Karunia Ilahi mempersatukan dua hati
Ku rasa yang kau rasa karena hati bicara
Repeat *
Repeat reff [3x]
Ku rasa yang kau rasa karena hati bicara


copyright © Bintang12